logoterapi
Kata “logo” berasal dari bahasa Yunani “logos” yang berarti makna ataumeaning dan juga “rohani”. Adapun kata “terapi” berasal dari bahasa Inggris therapyyang artinya penggunaan teknik-teknik menyembuhkan dan mengurangi suatu penyakit. Jadi, kata logoterapi artinya penggunaan teknik untuk menyembuhkan dan mengurangi atau meringankan suatu penyakit melalui penemuan makna hidup. Istilah tema utamalogoterapi adalah karakteristik eksistensi manusia, dengan makna hidup sebagai inti teori. Dibawah ini akan di jelaskan lebih detail.
1.
Konsep
dasar pandangan Frankl tentang perilaku/ kepribadian
Pandangan
Frankl tentang kesehatan psikologis menekankan pentingnya kemauan akan arti.
Tentu saja ini merupakan kerangka, di dalamnya segala sesuatu yang lain diatur.
Frankl berpendapat manusia harus dapat menemukan makna hidupnya sendiri
dan setelah menemukan lalu mencoba untuk memenuhinya. Bagi Frankl setiap
kehidupan mempunyai makna, dan kehidupan itu adalah suatu tugas yang harus
dijalani. Mencari makna dalam hidup inilah prinsip utama teori Frankl
Logoterapi. Logoterapi memiliki tiga konsep dasar, yakni
Kebebasan berkehendak
(Freedom of Will)
Dalam pandangan
logoterapi, manusia adalah mahluk yang istimewa karena mempunyai kebebasan.
Kebebasan yang dimaksud dalam freedom of will seperti:
·
Kebebasan yang
bertanggungjawab.
·
Kebebasan untuk
mengambil sikap (freedom to take a stand) atas kondisi-
kondisi tersebut.
·
Kebebasan untuk
menentukan sendiri apa yang dianggap penting dalam
hidupnya.
Kehendak Hidup
Bermakna (The Will to Meaning)
Konsep
keinginan kepada makna (the will to meaning) inilah menjadi motivasi utama
kepribadian manusia (Frankl, 1977). Dalam psikoanalisa memandang manusia adalah
pencari kesenangan. Pandangan psikologi individual bahwa manusia adalah pencari
kekuasaan. Menurut logoterapi bahwa kesenangan merupakan efek dari pemenuhan
makna, sedangkan kekuasaan merupakan prasyarat bagi pemenuhan makna. Mengenal
makna, menurut Frankl bersifat menarik dan menawari bukannya mendorong. Karena
sifatnya menarik maka individu termotivasi untuk memenuhinya. Agar individu
menjadi individu yang bermakna, maka melakukan berbagai kegiatan yang syarat
dengan makna.
Makna Hidup (The
Meaning Of Life)
Makna
yaitu suatu hal yang didapat dari pengalaman hidupnya baik dalam keadaan senang
maupun dalam penderitaan. Makna hidup dianggap identik dengan tujuan hidup.
Makna hidup bisa berbeda antara satu dengan yang lainya dan berbeda setiap
hari, bahkan setiap jam. Karena itu, yang penting secara umum bukan makna
hidup, melainkan makna khusus dari hidup pada suatu saat tertentu. Setiap
individu memiliki pekerjaan dan misi untuk menyelesaikan tugas khusus. Dalam
kaitan dengan tugas tersebut dia tidak bisa digantikan dan hidupnya tidak bisa
diulang. Karena itu, manusia memiliki tugas yang unik dan kesempatan unik untuk
menyelesaikan tugasnya (Frankl, 2004).
2. unsur terapi
a. Munculnya gangguan logoterapi biasanya dilakukan untuk klien-klien yang mengalami PTSD (Post Traumatic Stres Disorder), karena biasanya orang yang stres akibat trauma cenderungmenyalahkan diri sendiri bahkan bisa ke resiko mencederai diri dan orang lain.
b.Tujuan terapi
Tujuan dari logoterapi adalah memahami adanya potensi dan sumber daya rohaniah yang secara universal ada pada setiap orang terlepas dari ras,keyakinan dan agama. 2. Menyadari bahwa sumber-sumber dan potensi itu sering ditekan, terhambat dan diabaikan bahkan terlupakan. 3. Memanfaatkan daya-daya tersebut untuk bangkit kembali dari penderitaan untuk mampu tegak kokoh menghadapi berbagai kendala, dan secara sadar mengembangkan diri untuk meraih kualitas hidup yang lebih bermakna.
c. Peran terapis, peranan dan kegiatan terapis menurut Semiun (2006) terdapat beberapa peranan dan kegiatan terapis yaitu menjaga hubungan akrab dan pemisahan ilmiah, mengendalikan filsafat pribadi, terapis bukan guru, memberi makna lagi pada hidup, memberi makna lagi pada penderitaan, menekankan maknakerja dan menekankan makna cinta.
3. Teknik-teknik Terapi
Dalam logoterapi, klien diajarkan bahwa setiap
kehidupan dirinya mempunyai maksud, tujuan, dan makna yang harus diupayakan
untuk ditemukan dan dipenuhi. Hidup tidak lagi kosong jika sudah menemukan
sebab dan sesuatu yang dapat mendedikasikan eksistensi kita. Victor Frankl
dikenal sebagai terapis yang memiliki pendekatan klinis yang detail.
Teknik-teknik yang digunakan antara lain:
- Intensi
paradoksal
Mampu
menyelesaikan lingkaran neurotis yang disebabkan kecemasan anti sipatori dan
hiper-intensi. Intensi paradoksal adalah keinginan terhadap sesuatu yang
ditakuti.
Contohnya:
A. Seorang
pemuda yang selalu gugup ketika bergaul.
B. Masalah tidur.
Menurut Frankl, kalau menderita insomnia, seharusnya tidak mencoba
berbaring ditempat tidur, memejamkan mata, mengosongkan pikiran dan
sebagainya. Seharusnya berusaha menjaganya selama mungkin. Setelah
itu baru merasakan adanya kekuatan yang mendorong untuk melangkah ke
kasur.
- De-refleksi.
Frankl
percaya sebagian besar persoalan kejiwaan berawal dari perhatian yang terfokus
pada individu. Dengan mengalihkan perhatian dari individu dan mengarahkannya
pada orang lain, persoalan-persoalan itu akan hilang dengan sendirinya.
Misalnya, mengalami masalah seksual, cobalah memuaskan pasangan tanpa
memperdulikan kepuasan individu atau cobalah tidak memuaskan siapa saja, tidak
diri anda, tidak juga diri pasangan.
Rational
emotive therapy
Menurut Gerald Corey dalam bukunya “Teori dan Praktek
Konseling dan Psikoterapi” terapi rasional emotif behaviour adalah pemecahan
masalah yang fokus pada aspek berpikir, menilai, memutuskan, direktif tanpa
lebih banyak berurusan dengan dimensi- dimensi pikiran ketimbang dengan
dimensi-dimensi perasaan.
Selain itu menurut W.S. Winkel dalam bukunya
“Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan adalah pendekatan konseling
yang menekankan kebersamaan dan interaksi antara berpikir dengan akal sehat, berperasaan
dan berperilaku, serta menekankan pada perubahan yang mendalam dalam cara
berpikir dan berperasaan yang berakibat pada perubahan perasaan dan perilaku.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan,
terapi rasional emotif merupakan terapi yang berusaha menghilangkan cara
berpikir klien yang tidak logis, tidak rasional dan me nggantinya dengan
sesuatu yang logis dan rasional dengan cara mengonfrontasikan klien dengan
keyakinan-keyakinan irasionalnya serta menyerang, menentang, mempertanyakan, dan
membahas keyakina-keyakinan yang irasional.
1.
Konsep dasar
Pandangan pendekatan rasional emotif tentang
kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis : ada tiga
pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu
Antecedent event (A),
Merupakan segenap peristiwa luar yang dialami atau
memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah
laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa,
dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi
seseorang.
Belief (B)
Berupa keyakinan,
pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa.
Keyakinan ada dua macam, yaitu
- Keyakinan yang rasional (rational belief atau rB)
Merupakan cara berpikir atau system
keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif.
- Keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau
iB).
Keyakinan ayau system berpikir seseorang yang salah,
tidak masuk akal, emosional, dan keran itu tidak produktif.
Emotional consequence (C)
Merupakan konsekuensi
emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau
hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi
emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa
variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
Kerangka pilar ini
yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.
2. Unsur-unsur terapi
Munculnya
masalah/gangguan
Dalam pendekatan konseling
rasional emotif, tingkah laku bermasalah merupakan tingkah laku yang didasarkan
pada cara berpikir yang irrasional. Adapun ciri-ciri berpikir irasional adalah
:
- Tidak dapat dibuktikan
- Menimbulkan perasaan tidak enak (kecemasan,
kekhawatiran, prasangka) yang sebenarnya tidak perlu
- Menghalangi individu untuk berkembang dalam kehidupan
sehari-hari yang
efektif
Tujuan terapi
Tujuan terapi ini menurut Ellis, membantu klien untuk
memperoleh filsafat hidup yang lebih “realistik” yang berarti menunjukkan
kepada klien bahwa verbalisasi-verbalisasi diri mereka telah dan masih
merupakan sumber utama dari gangguan-gangguan emosional yang dialami oleh
mereka. Sedangkan menurut Mohammad Surya sebagai berikut:
- Memperbaiki dan mengubah segala perilaku dan pola
fikir yang irasional dan tidak logis menjadi rasional dan lebih logis agar
klien dapat mengembangkan dirinya.
- Menghilangkan gangguan emosional yang merusak.
- Untuk membangun Self Interest, Self Direction,
Tolerance, Acceptance of Uncertainty, Fleksibel, Commitment, Scientific
Thinking, Risk Taking, dan Self Acceptance Klien.
Peran terapis
Membantu klien mengatasi masalah-masalah yang sedang
dihadapinya, sehingga klien dapat secara sadar dan mandiri mengembangkan atau
meningkatkan potensi-potensi yang dimilikinya.
3. Teknik-teknik terapi
Dalam terapi ini
menggunakan berbagi teknik yang bersifat kognitif, afektif, behavioral yang
disesuaikan dengan kondisi klien. Teknik-tekniknya sebagai berikut :
Teknik emotif (afektif)
Teknik
yang digunakan untuk mengubah emosi klien. Antara teknik yang sering digunakan
ialah:
1. Teknik Assertive Training
Untuk melatih, medorong dan
membiasakan klien untuk terus menerus menyesuaikan diri dengan perilaku
tertentu yang diinginkan.
2. Teknik sosiodrama
Untuk mengekspresikan berbagai
jenis perasaan yang menekan (perasaan negatif) melalui suasana yang didramatisasikan.
3. Teknik self modeling atau diri sebagai model
Untuk meminta klien agar berjanji
atau mengadakan komitmen dengan konselor untuk menghilangkan perasaan atau
perilaku tertentu.
4. Teknik imitas
Digunakan dimana klien diminta
untuk menirukan secara terus menerus soal model perilaku tertentu dengan maksud
menhadapi dan menghilangkan perilakunya sendiri yang negatif.
Teknik
behavioristik
Banyak menggunakan teknik behavioristik terutama dalam
hal upaya modifikasi perilaku negatif klien, dengan mengubah akar-akar
keyakinannya yang tidak rasional dan tidak logis, beberapa teknik yang
tergolong behavioristik adalah:
1. Teknik reinforcement / penguatan
Untuk
mendorong klien kearah perilaku yang lebih rasional dan logis dengan jalan
memberikan pujian verbal (reward) ataupun punishment/ hukuman.
2. Teknik social modeling/ penguatan modeling
Untuk
memberikan perilaku-perilaku baru kepada klien.
3. Teknik live models/ model dari kehidupan nyata
Untukmenggambarkan
perilaku tertentu.
Teknik-teknik
kognitif
Teknik
yang digunakan untuk mengubah cara berfikir klien antara lain:
1. Home work assigments (pemberian tugas rumah)
Untuk
berlatih, membiasakan diri serta menginternalisasikan sistem nilai tertentu
yang menurut pola perilaku yang diharapkan.
2. Teknik Assertive
Untuk
melatih keberanian klien dalam mengekspresikan perilaku tertentu yang
diharapkan melalui role playing atau bermain peran.
3. Bibliotherapy,
Untuk
membalikkan pola pikir irasional dan ketidaklogisan dalam diri klien yang
menyebabkan permasalahan lewat buku-buku. Terapismemilih buku-buku bacaan yang
sekiranya dapat membantu konseli dalam mengubah pola pikir irasional menjadi
rasional.
4. Tahap Pengajaran
Dalam
REBT, terapis mengambil peranan lebih aktif dari pelajar. Tahap ini memberikan
keleluasaan terapis untuk berbicara serta menunjukkan sesuatu kepada klien,
terutama menunjukkan bagaimana ketidaklogikaan berfikir itu secara langsung
menimbulkan gangguan emosi kepada klien tersebut.
5. Tahap Persuasif
Meyakinkan
klien untuk mengubah pandangannya karena pandangan yang dikemukakan tidak
benar. Dan terapis juga meyakinkan, berbagai argumentasi untuk menunjukkan apa
yang dianggap oleh klien itu adalah tidak benar.
6. Tahap Konfrontasi
Terapis
mengubah ketidak logikaan berfikir klien dan membawa klien ke arah berfikir
yang lebih logika.
Terapi
kelompok
1. Konsep Dasar: Pandangan terapi kelompok tentang kepribadian
Terapi kelompok memandang bahwa manusia itu makhluk yang unik, dan dinamis, setiap manusia memiliki karakteristik yang berbeda. Setiap manusia memiliki problem yang berbeda-beda, oleh karena itulah setiap orang tidak sama dalam menangani suatu pemecahan masalah
2.
Unsur-unsur terapi: munculnya gangguan, tujuan terapi, dan peran
terapis.
a.Munculnya gangguan
a.Munculnya gangguan
Terapi
kelompok digunakan ketika klien tidak berhasil dalam penanganan secara terapiindividu.
b.Tujuan terapi
-Meningkatkan identitas diri
b.Tujuan terapi
-Meningkatkan identitas diri
-Menyalurkan emosi
dna membagi perasaan antar sesama didalam kelompok terapis
-Meningkatkan keterampilan hubungan sosial
-Meningkatkan kemampuan hidup mandiri
-Meningkatkan keterampilan hubungan sosial
-Meningkatkan kemampuan hidup mandiri
c.Peran terapis
Terapis harus
memainkan peranan yang aktif dalam mendorong kelompok untuk mencapai tujuan
atau harapannya.
3.
Teknik-teknik terapi
- Melibatkan para
anggotanya untuk terbuka dan aktif
- Terapis turut
membantu klien untuk melepaskan segala kecanggungannya, agar lebih bisa terbuka
dan menceritakan masalah yang dialaminya.
- Berfokus pada satu
topik permasalahan yang hendak diselesaikan pertama kali.
Terapi
perilaku
1. Konsep Terapi Perilaku
Terapi perilaku (Behaviour therapy, behavior
modification) adalah pendekatan untuk psikoterapi yang didasari oleh Teori
Belajar (learning theory) yang bertujuan untuk menyembuhkan
psikopatologi seperti; depression, anxiety disorders, phobias,dengan
memakai tehnik yang didesain menguatkan kembali perilaku yang diinginkan dan
menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan.
Pada tahun 1920, Watson dkk melakukan percobaan
pengkondisian (conditioning) dan pelepasan kondisi (deconditioning)
pada rasa takut yang merupakan cikal bakal terapi perilaku formal. Pada
tahun 1927, Ivan Pavlov terkenal dengan percobaannya pada anjing dengan
memakai suara bell untuk mengkondisikan anjing bahwa bel sama dengan makanan,
yang kemudian dikenal juga dengan istilah “stimulus” dan “respon”.
Terapi perilaku pertama kali ditemukan pada tahun 1953
dalam proyek penelitian oleh BF Skinner, Ogden Lindsley, dan Harry C. Salomo.
Selain itu, termasuk juga Wolpe Yusuf dan Hans Eysenck.
Secara umum, terapi perilaku berasal dari tiga Negara,
yaitu Afrika Selatan (Wolpe), Amerika Serikat (Skinner), dan Inggris (Rachman
dan Eysenck) yang masing-masing memiliki pendekatan berbeda dalam melihat
masalah perilaku. Eysenck memandang masalah perilaku sebagai interaksi antara
karakteristik kepribadian, lingkungan, dan perilaku.
Di Amerika Serikat Skinner dkk. menekankan pada operant
conditioning yang menciptakan sebuah pendekatan fungsional untuk
penilaian dan intervensi berfokus pada pengelolaan kontingensi seperti ekonomi
dan aktivasi perilaku.
Ogden Lindsley merumuskan precision teaching,
yang mengembangkan program grafik (bagan celeration) standar untuk
memantau kemajuan klien.
Skinner secara pribadi lebih tertarik pada
program-program untuk meningkatkan pembelajaran pada mereka dengan atau tanpa
cacat dan bekerja dengan Fred S. Keller untuk mengembangkan programmed
instruction. Program ini dicoba ke dalam pusat rehabilitasi Aphasia dan
berhasil. Gerald Patterson menggunakan program yang sama untuk mengembangkan
teks untuk mengasuh anak-anak dengan masalah perilaku.
Terapis behavioral membatasi perilaku
sebagai fungsi interaksi antara pembawaan dengan lingkungan. Perilaku yang
dapat diamati merupakan suatu kepedulian utama dari para terapis sebagai
kriteria pengukuran keberhasilan terapi. Manusia menurut pandangan ini bukan
hasil dari dorongan tidak sadar seperti yang dikemukakan oleh Sigmund Freud.
Dalam konsep behavioral, perilaku manusia merupakan hasil belajar,
sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi
belajar. Pada dasarnya, proses terapi merupakan suatu penataan proses atau
pengalaman belajar untuk membantu individu mengubah perilakunya agar dapat me mecahkan
masalahnya. Terdapat beberapa teori dasar mengenai metode terapi perilaku,
yaitu :
a. Perilaku maladaptif dan kecemasan persisten telah
dibiasakan (conditioned) atau dipelajari (learned).
b. Terapi untuk perilaku maladaptif adalah dengan
penghilangan kebiasaan (deconditioning) atau ditinggalkan (unlearning).
c. Untuk menguatkan perilaku adalah dengan pembiasaan
perilaku (operant and clasical conditioning).
2. Unsur terapi
Menurut Corey (2009), tujuan umum terapi perilaku
adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Dasar alasannya
ialah bahwa segenap perilaku adalah dapat dipelajari (learned), termasuk
perilaku yang maladaptif. Jika tingkah laku neurotik learned, maka
ia bisa unlearned (dihapus dari ingatan), dan tingkah laku
yang lebih efektif bisa diperoleh. Terapi perilaku pada hakikatnya terdiri atas
proses penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif
dan pemberian pengalaman-pengalaman belajar yang di
dalamnya terdapat respons-respons yang layak, namun belum dipelajari. Berkaitan
dengan penjelasan diatas secara sederhana tujuan dari terapi perilaku adalah
:
a. Meningkatkan perilaku, yaitu reinforcement positif
(memberi penghargaan terhadap perilaku) dan reinforcement negatif
(mengurangi stimulus aversi)
b. Mengurangi perilaku, yaitu punishment (memberi
stimulus aversi), respons cost (menghilangkan atau menarik reinforcement),
dan extinction (menahan reinforcerment)
Sedangkan, menurut Latipun (2001) tujuan terapi
perilaku adalah mencapai kehidupan tanpa mengalami perilaku somatik, yaitu
kehidupan tanpa mengalami kesulitan atau hambatan perilaku yang dapat membuat
ketidakpuasan dalam jangka panjang, atau mengalami konflik dengan lingkungan
sosial.
3. Teknik Terapi Perilaku
a. Operant Conditioning
Tingkah laku operan menjadi ciri organisme yang aktif
yang beroperasi di lingkungan untuk menghasilkan akibat-akibat, merupakan
tingkah laku yang paling berarti dalam kehidupan sehari-hari (misalnya,
membaca, berbicara, berpakaian, makan, bermain). Menurut Skinner (1971) jika
suatu tingkah laku diganjar maka probabilitas kemunculan kembali tingkah laku
tersebut dimasa mendatang tinggi.
Prinsip perkuatan yang menerangkan pembentukan,
pemeliharaan, atau penghapusan pola-pola tingkah laku merupakan inti dari pengkondisian
operan. Terdapat dua jenis reinforcement, yaitu:
1) Positive Reinforcement
Pembentukan suatu pola tingkah laku dengan memberikan
ganjaran atau perkuatan segera setelah tingkah laku yang diharapkan muncul,
merupakan suatu cara yang ampuh untuk mengubah tingkah laku. Biasanya suatu
peristiwa yang bila hadir mengikuti suatu perilaku tertentu dapat menyebabkan
perilaku tersebut akan diulangi.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keefektifan reinforcement positif,
yaitu:
a) Memilih perilaku yang akan ditingkatkan
Perilaku yang akan dikukuhkan harus diidentifikasi
secara spesifik. Hal ini akan membantu untuk memastikan reliabilitas dari
deteksi contoh dari perilaku dan perubahan frekuensinya. Serta meningkatkan
perilaku kemungkinan program reinforcement ini dilakukan secara konsisten
b) Memilih reinforcer
Berbeda individu, kemungkinan reinforcer yang
digunakan juga berbeda. Ada juga reinforcer yang merupakan
reinforcer bagi semua orang. Terdapat lima macam reinforcer yaitu
:
§ Consumable reinforcer – makanan, minuman
§ Activity reinforcer –hobi,
olahraga, belanja
§ Manipulative reinforcer – bersepeda, menggunakan internet
§ Possesional reinforcer – gelas kesayangan, baju favorit
§ Social
reinforcer – pujian, pelukan, senyum
2) Negative
Reinforcement
Penguatan
berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang
merugikan (tidak menyenangkan). Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain: menunda atau tidak
memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak
senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dll)
Sumber
:
Bastaman, H.D. (2007). Logoterapi “Psikologi untuk
Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup Bermakna”. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Corey,
G. (2009). Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung:
PT. Refika Aditama.
Gunarsa, Singgih. D.
(1996). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT. BPK Gunung
Mulia.
Gerald, Corey. (2007). Teori dan Paktek
Konseling & Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditam.
Hayat, Abdul. (2010). Teori dan Teknik
Pendekatan Konseling. Banjarmasin: Lanting Media Aksara.
Surya,
M. (2003). Teori-teori Konseling. Bandung: C.V. Pustaka Bani
Quraisy.
Suhesti. (2012). Bagaimana Konselor Sekolah
Bersikap?. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
W.S. Winkel. (2007). Bimbingan dan Konseling
di Institusi Pendidikan. Jakarta: PT. Gramed
Tidak ada komentar:
Posting Komentar