I.
PENGERTIAN
PSIKOTERAPI
Dilihat
secara etimologis psikoterapi mempunyai arti sederhana, yakni “psyche” yang
artinya jelas yaitu “mind” atau sederhananya: jiwa dan “therapy” mengasuh,
sehingga psikoterapi dalam arti sempitnya adalah “perawatan terhadap aspek
kejiwaan” seseorang.
Pengertian psikoterapi menurut
beberapa tokoh:
- Watson & Morse (1977) Bentuk khusus dari interaksi antara dua orang, pasien dan terapis, pada mana pasien memulai interaksi karena ia mencari bantuan psikologik dan terapis menyusun interaksi dengan mempergunakan dasar psikologik untuk membantu pasien meningkatkan kemampuan mengendalikan diri dalam kehidupannya dengan mengubah pikiran, perasaan dan tindakannya,
- Corsini (1989) Psikoterapi adalah proses formal dari interaksi antara dua pihak, setiap pihak biasanya terdiri dari satu oran, tetapi ada kemungkinan terdiri dari dua orang atau lebih pada setiap pihak, dengan tujuan memperbaiki keadaan yyang tidak menyenangkan (distress) pada salah satu dari kedua pihak karena ketidakmampuan atau malafungsi pada salah satu dari bidang-bidang berikut: fungsi kognitif (kelainan pada fungsi berfikir), fungsi afektif (penderitaan atau kehidupan emosi yang tidak menyenangkan) atau fungsi perilaku (ketidaktepatan perilaku); dengan terapis yang memiliki teori tentang asal-usul kepribadian, perkembangan, mempertahankan dan mengubah bersama-sama dengan beberapa metode perawatan yang mempunyai dasar teori dan profesinya diakui resmi untuk bertindak sebagai terapis.
- Ivey & Simek-Downing (1980) Psikoterapi adalah proses jangka panjang, berhubungan dengan upaya merekonstruksi seseorang dan perubahan yang lebih besar pada struktur kepribadian.
Menurut
pendapat beberapa para ahli diatas, dapat disimpulkan pengertian psikoterapi
adalah proses perawatan atau penyembuhan penyakit kejiwaan melalui teknik dan
metode psikologi, dimana adanya interaksi antara dua orang yang disebut terapis
dan pasien.
·
Tujuan psikoterapi
Berikut ini akan diuraikan mengenai tujuan dari psikoterapi secara khusus
dari beberapa metode dan teknik psikoterapi yang banyak peminatnya, dari dua
oran tokoh yakni Ivey, et al (1987) dan Corey (1991):
- Tujuan psikoterapi dengan pendekatan psikodinamik, menurut Ivey, et al (1987): membuat sesuatu yang tidak sadar menjadi sesuatu yang disadari. Rekonstruksi kepribadiannya dilakukan terhadap kejadian-kejadian yang sudah lewat dan menyusun sintesis yang baru dari konflik-konflik yang lama.
- Tujuan psikoterapi dengan pendekatan psikoanalisi, menurut Corey (1991): membuat sesuatu yang tidak sadar menjadi sesuatu yang disadari. Membantu klien dalam menghidupkan kembali pengalaman-pengalaman yang sudah lewat dan bekerja melalui konflik-konflik yang ditekan melalui pemahaman intelektual.
- Tujuan psikoterapi dengan pendekatan Rogerian, terpusat pada pribadi, menurut Ivey, et al (1987): untuk memberikan jalan terhadap potensi yang dimiliki seseorang menemukan sendiri arahnya secara wajar dan menemukan dirinya sendiri yang nyata atau yang ideal dan mengeksplorasi emosi yang majemuk serta memberi jalan bagi pertumbuhannya yang unik.
- Tujuan psikoterapi pada pendekatan terpusat pada pribadi, menurut Corey (1991): untuk memberikan suasana aman, bebas, agar klien mengeksplorasi diri dengan enak, sehingga ia bisa mengenai hal-hal yang mencegah pertumbuhannya dan bisa mengalami aspek-aspek pada dirinya yang sebelumnya ditolak atau terhambat.
- Tujuan psikoterapi dengan pendekatan behavioristik, menurut Ivey, et al (1987): untuk menghilangkan kesalahan dalam belajar dan untuk mengganti dengan pola-pola perilaku yang lebih bisa menyesuaikan.
- Sehubung dengan terapi behavioristik ini, Ivey, et al (1987) menjelaskan mengenai tujuan pada terapi kognitif-behavioristik, yakni: menghilangkan cara berfikir yang menyalahkan diri sendiri, mengembangkan cara memandang lebih rasional dan toleran terhadap diri sendiri dan orang lain.
- Corey (1991) merumuskan mengenai kognitif-behavioristik dan sekaligus rasional-emotif terapi dengan: menghilangkan cara memandang dalam kehidupan pasien yang menyalahkan diri sendiri dan membantunya memperoleh pandangan dalam hidup secara rasional dan toleran.
- Tujuan psikoterapi dengan metode dan teknik Gestalt, dirumuskan oleh Ivey, et al (1987): agar seseorang menyadari mengenai kehidupannya dan bertanggung jawab terhadap arah kehidupan seseorang.
- Corey (1991) merumuskan tujuan terapi Gestalt: membantu klien memperoleh pemahaman mengenai saat-saat dari pengalamannya. Untuk merangsang menerima tanggung jawab dari dorongan yang ada di dunia dalamnya yang bertentangan dengan ketergantungannya terhadap dorongan-dorongan dari dunia luar.
·
Unsur-unsur terapi psikoterapi
Masserman (Karasu 1984) telah melaporkan tujuh “parameter pengaruh” dasar
yang mencakup unsur-unsur lazim pada semua jenis psikoterapi. Dalam hal ini
termasuk :
- Peran sosial (martabat) psikoterapis,
- Hubungan (persekutuan terapeutik),
- Hak,
- Retrospeksi,
- Re-edukasi,
- Rehabilitasi,
- Resosialisasi dan rekapitulasi.
Unsur –
unsur psikoterapeutik dapat dipilih untuk masing-masing pasien dan dimodifikasi
dengan berlanjutnya terapi. Ciri-ciri ini dapat diubah dengan berubahnya tujuan
terapeutik, keadaan mental dan kebutuuhan pasien.
·
Perbedaan
Antara Konseling Dengan Psikoterapi
Apabila kita tinjau dari definisi kedua permbahasan tersebut konseling
Menurut Schertzer dan Stone (1980) Konseling adalah upaya membantu individu
melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli agar
konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan
menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia
dan efektif perilakunya.
Sedangkan psikoterapi menurut Wolberg (1967 dalam Phares dan Trull 2001),
mengungkapkan bahwa psikoterapi merupakan suatu bentuk perlakuan atau tritmen
terhadap masalah yang sifatnya emosional. Dengan tujuan menghilangkan simptom
untuk mengantarai pola perilaku yang terganggu serta meningkatkan pertumbuhan
dan perkembangan pribadi yang positif.
Dari dua definisi di atas kita bisa tarik kesimpulan mengenai dua
pembahasan tersebut bahwa konseling lebih terfokus pada interaksi antara
konselor dan konseli dan lebih mengutamakan pembicaraan serta komunikasi non
verbal yang tersirat ketika proses konseli berlangsung dan semacam memberikan
solusi agar konseli dapat lebih memahami lingkungan serta mampu membuat
keputusan yang tepat dan juga nantinya konseli dapat menentukan tujuan
berdasarkan nilai yang diyakininya.
Sedangkan psikoterapi lebih terfokus pada treatment terhadap masalah
sifatnya emosional dan juga lebih dapat diandalkan pada klien yang mengalami
penyimpangan dan juga lebih berusaha untuk menghilangkan simptom-simptom yang
di anggap mengganggu dan lebih mengusahakan agar klien dapat meningkatkan
pertumbuhan dan perkembangan kepribadian ke arah yang positif.
Perbedaan konseling dan psikoterapi didefinisikan oleh Pallone (1977) dan
Patterson (1973) yang dikutip oleh Thompson dan Rudolph (1983), sebagai
berikut:
KONSELING
|
PSIKOTERAPI
|
1. Klien
|
1. Pasien
|
2. Gangguan yang kurang serius
|
2. Gangguan
yang serius
|
3. Masalah: Jabatan, Pendidikan, dsb
|
3. Masalah
kepribadian dan pengambilan
Keputusan
|
4. Berhubungan dengan pencegahan
|
4. Berhubungan
dengan penyembuhan
|
5. Lingkungan pendidikan dan non medis
|
5. Lingkungan
medis
|
6. Berhubungan dengan kesadaran
|
6. Berhubungan
dengan ketidaksadaran
|
7. Metode pendidikan
|
8.
Metode penyembuhan
|
·
Pendekatan Psikoterapi Terhadap Mental Illnes
Terdapat beberapa pendekatan psikoterapi terhadap mental illness
seperti:
- Psychoanalysis dan psychodynamic: Berfokus terhadap mengubah masalah prilaku, perasaan dan pikiran dengan cara memahami akar masalah yang biasanya tersembunyi di pikiran bawah sadarnya untuk mendapat solusi.
- Behavior therapy:Berfokus dalam hukum pembelajaran. Perilaku seseorang akan dipengaruhi proses pembelajaran seumur hidup tokohnya adalah Ivan Pavlov yang menemukan teknik classical conditioning assosiative learning. Inti dari pendekatan behavior therapy adalah manusia bertindak secara otomatis karena membentuk asossiasi (hubungan sebab-akibat atau aksi-reaksi).
- Cognitive therapy: Cognitive therapy dalah penyebab difungsi pikiran dan menyebabkan difungsi perilaku. Tokohnya Albert Ellis dan Aron Back. Tujuan utama pendekatan kognitif adalah mengubah pola pikir dengan cara mengubah meningkatkan kesadaran dalam pola pikir rasional, metode psikoterapi yang termasuk dalam pendekatan kognitif adalah collaborative empiricism, guide discovery.
- Humanistic therapy: Pendekatan humanistic therapy menganggap bahwa setiap manusia itu unik dan setiap manusia sebenarnya mampu menyelesaikan masalahnya sendiri. Setiap manusia dengan keunikannya bebas menentukan pilihan hidupnya sendiri. Oleh karena itu dalam terapi humanistik, seorang psikoterapis berperan sebagai fasilitator perubahan saja bukan mengarahkan perubahan.
- Integrative therapy: Apabila seseorang klien mengalami komplikasi gangguan psikologis yang namanya tidak cukup bila ditangani dengan satu metode psikoterapi saja.
II. TERAPI PSIKOANALISIS
Psikoanalisis adalah
cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dan para pengikutnya,
sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis manusia.
Psikoanalisis adalah sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat
tentang sifat manusia dan metode psikoterapi. Psikoanalisis berasal dari uraian
tokoh psikoanalisa yaitu Sigmund Freud yang mengatakan bahwa gejala neurotic
pada seseorang timbul karena tertahannya ketegangan emosi yang ada, ketegangan
yang ada kaitannya dengan ingatan yang ditekan, ingatan mengenai hal-hal yang
traumatic dari pengalaman seksual pada masa kecil. Selain itu, Freud juga
mengatakan bahwa perilaku manusia ditentukan oleh kekuatan irasional yang tidak
disadari dari dorongan biologis dan dorongan naluri psikoseksual tertentu pada
masa lima tahun pertama dalam kehidupannya.
·
Konsep Dasar
Teori Psikoanalisis
a. Struktur
kepribadian
Struktur
kepribadian menurut pandangan psikoanalisis terdiri dari tiga struktur, yaitu
id, ego dan superego. Id adalah sistem kepribadian yang asli atau original yang
telah ada ketika manusia dilahirkan. Id merupakan sumber pokok energi fisik dan
pusat insting. Ia yang berperan sebagai prinsip kepuasan dalam diri manusia,
yang bertujuan menurunkan tegangan, mnghindari kesakitan dan mendapatkan
kepuasan. Id bersifat tidak logis, amoral, dan didorong untuk memuaskan
kebutuhan instingtual. Id secara garis besar tidak disadari atau diluar
kesadaran. Ego adalah struktur kepribadian yang memiliki kontak dengan dunia
eksternal atau realita. Ego merupakan pemimpin yang memimpin, mengontrol dan
mengatur kepribadian manusia. Ia juga sebagai media antara insting dan
lingkungan sekitar. Ego bertugas mengontrol kesadaran dan mensensor. Ia
berprinsip realita yang beraksi secara realistis dan berpikir secara logika
serta merancang rencana dari suatu aksi untuk memuaskan kebutuhan. Sedangkan
superego adalah struktur yang menilai dan mengadili atau bersifat yudisial.
Superego merupakan struktur kepribadian yang meliputi kode moral manusia, yang
berpusat pada baik atau buruk dan benar atau salah suatu perbuatan. Ia menghadirkan
sesuatu yang dianggap ideal daripada kenyataan atau kenikmatan, melainkan
kesempurnaan.
b. Kesadaran
Menurut
Freud (dalam Corey, 2009) kesadaran adalah irisan tipis dari jumlah pikiran
manusia. Kesadaran adalah pikiran yang muncul ke permukaan diri manusia.
c. Ego-
Defense mechanism
Membantu
individu untuk mengatasi kecemasan dan mencegah ego merasa kewalahan.
Ego-defense mechanic mini memiliki dua karakteristik yaitu mereka masing-masing
menolak atau mendistorsi kenyataan dan mereka beroperasi pada level
ketidaksadaran.
d.
Perkembangan psikoseksual
Perkembangan
psikoseksual menurut Freud ada beberapa tahapan yaitu tahap oral, anal,
phallic, latency dan genital. Tahap oral terjadi pada tahun pertama kehidupan
manusia, mencerminkan kebutuhan pemuasan oral. Tahap anal terjadi pada usia 1
sampai 3 tahun. Phallic terjadi pada usia 3 sampai 6 tahun, latency usia 6
sampai 12 dan genital bermula pada usia 12 hingga manula dengan perkembangan
yang berbeda-beda.
e. Tujuan
terapi
Tujuan utama
terapi psikoanalisis adalah membuat ketidaksadaran menjadi suatu kesadaran dan
untuk memperkuat Ego, sehingga perilaku seseorang lebih didasari pada kenyataan
dan mengurangi instingtual atau perasaan menyesal yang tidak rasional.
f. Fungsi
dan peran terapis
Dalam terapi
psikoanalisis dilakukan pendekatan yang disebut “blank-screen” dimana analisnya
diasumsikan sebagai anonymous. Antara klien dan analis harus terjalin
kedekatan dengan sedikit self disclosure dan menjaga perasaan tetap
netral untuk membantu berkembangnya hubungan transference (hubungan
kedekatan antara klien dan terapis), sehingga klien dapat membuat proyeksi pada
kedekatan mereka. Hubungan transference ini merupakan pondasi dalam
terapi psikoanalisis.
g. Asosiasi
bebas
Adalah
teknik sentral dalam terapi psikoanalisis dan memainkan peran penting dalam
proses menjaga kerangka kerja analisis. Dalam asosiasi bebas, klien didorong
untuk mengungkapkan apapun yang muncul dalam pikirannya. Teknik ini adalh salah
satu teknik dasr yang digunakan untuk membuka pintu ketidaksadaran dari
keinginan, fantasi, konflik dan motivasi.
h. Analisis transference
Merupakan
teknik sentral dalam psikoanalisis dan terapinya, yang memungkinkan klien untuk
menerima insight yang ada disini dan saat ini kedalam pengaruh masa lalu
terhadap fungsi mereka saat ini. Teknik ini dipakai dengan dijalinnya hubungan transference
antara klien dan terapis.
i. Analisis
resisten
Resisten
adalah konsep mendasarkan untuk praktik psikoanalisis. Secara spesifik,
resisten adalah keengganan klien untuk membawa material ketidaksadaran ke
permukaan kesadarannya.
j. Analisis
mimpi
Analisis
mimpi merupakan prosedur penting untuk membuka material ketidaksadaran dan
member klien insight terhadap area masalah-masalah yang belum diatasi. Analisis
mimpi didasarkan pada pendapat freud yang mengatakan bahwa mimpi merupakan
perjalan ke alam bawah sadar.
· Unsur-unsur Terapi Psikoanalisis
1.
Tujuan psikoterapi dengan pendekatan
Psikodinamik menurut Ivey, et al (1987) adalah : membuat sesuatu yang
tidak sadar menjadi sesuatu yang disadari. Rekonstruksi kepribadiannya
dilakukan terhadap kejadian-kejadian yang sudah lewat dan menyusun sintesis
yang baru dari konflik-konflik yang lama.
2.
Tujuan psikoterapi dengan pendekatam
psikoanalisis menurut Corey (1991) dirumuslan sebagai : membuat sesuatu yag
tidak sadar menjadi sesuatu yang disadari. Membantu klien dalam menghidupakan
kembali pengalaman-pengalaman yang sudah lewat dan bekerja melalui
konflik-konflik yang ditekan melalui pemahaman intelektual.
3.
Tujuan psikoterapi dengan pendekatan
Rogerian, terpusat pada peribadi, menurut Ivey, et al (1987) adalah : untuk
memberikan jalan terhadap potensi yang dimiliki seseorang menemukan sendiri
arahnya secara wajar dan menemukan dirinya sendiri yang nyata atau yang ideal
dan mengeksplorasi emosi yang majemuk serta memberi jalan bagi pertumbuhan
dirinya yang unik.
· Teknik-teknik Terapi Psikoanalisis
Teknik-teknik dalam Psikoanalisis disesuaikan untuk meningkatkan
kesadaran, memperoleh pemahaman intelektual atas tingkah laku klien, serta
untuk memahami makna dari beberapa gejala. Kemajuan terapeutik diawali dari
pembicaraan klien ke arah katarsis, pemahaman, hal-hal yang tidak disadari,
sampai dengan tujuan pemahaman masalah-masalah intelektual dan emosional. Untuk
itu diperlukan teknik-teknik dasar psikoanalisis, yaitu :
1.
Asosiasi Bebas
Asosiasi
Bebas merupakan teknik utama dalam psikoanalisis. Terapis meminta klien agar
membersihkan pikirannya dari pikiran-pikiran dan renungan-renungan sehari-hari,
serta sedapat mungkin mengatakan apa saja yang muncul dan melintas dalam
pikiran. Cara yang khas adalah dengan mempersilakan klien berbaring di atas
balai-balai, sementara terapis duduk dibelakangnya sehingga tidak mengalihkan
perhatian klien pada saat-saat asosiasinya mengalir dengan bebas.
Asosiasi bebas merupakan suatu metode pemanggilan kembali
pengalaman-pengalaman masa lampau dan pelepasan emosi-emosi yang berkaitan
dengan situasi traumatis masa lalu, yang kemudian dikenal dengan katarsis. Kartarsis
hanya menghasilkan perbedaan sementara atas pengalaman-pengalaman menyakitkan
pada klien, tetapi tidak memainkan peran utama dalam proses treatment
(Corey, 1995).
2.
Penafsiran (Interpretasi)
Penafsiran merupakan prosedur dasar di dalam menganalisis asosiasi bebas,
mimpi-mimpi, resistensi, dan transferensi. Caranya adalah dengan
tindakan-tindakan terapis untuk menyatakan, menerangkan dan mengajarkan klirn
makna-makna tingkah laku apa yang dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas,
resistensi, dan hubungan terapeutik itu sendiri. Fungsi dari penafsiran ini
adalah mendorong ego untuk mengasimilasi bahan-bahan baru dan mempercepat
proses pengungkapan alam bawah sadar secara lebih lanjud. Penafsiran yang
diberikan oleh terapis menyebabkan adanya pemahaman dan tidak terhalanginya
alam bawah sadar pada diri klien. (Corey, 1995).
3.
Analisis Mimpi
Analisis Mimpi adalah prosedur atau cara yang penting untuk mengungkap
alam bawah sadar dan memberikan kepada klien pemahaman atas beberapa area
masalah yang tidak terselesaikan. Selama tidur, pertahanan-pertahanan melemah,
sehingga perasaan-perasaan yang direpres akan muncul kepermukaan,
meski dalam bentuk lain. Freud memandang bahwa mimpi merupakan “jalan istimewa
menuju ketidaksadaran”, karena melalui mimpi tersebut hasrat-hasrat,
kebutuhan-kebutuhan, dan ketakutan tak sadar dapat diungkapkan. Beberapa
motivasi sangat tidak dapat diterima oleh seseorang, sehingga akhirnya
diungkapkan dalam bentuk yang disamarkan atau disimbolkan dalam bentuk yang
berbeda.
Mimpi memiliki dua taraf, yaitu isi laten dan isi manifes.
Isi laten terdiri atas motif-motif yang disamarkan, tersembunyi, simbolik, dan
tidak disadari. Karena begitu menyakitkan dan mengancam, maka dorongan-dorongan
seksual dan perilaku agresif tak sadar (yang merupakan isi laten)
ditransformasikan ke dalam isi manifes yang lebih dapat diterima, yaitu impian
yang tampil pada si pemimpi sebagaimana adanya. Sementara tugas terapis adalah
mengungkapkan makna-makna yang disamarkan dengan mempelajari simbol-simbol yang
terdapat dalam isi manifes. Di dalam proses terapi, terapis juga dapat meminta
klien untuk mengasosiasikan secara bebas sejumlah aspek isi manifes impian
untuk mengungkapkan makna-makna yang terselubung (Corey, 1995).
4.
Resistesi
Resistensi adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah
klien mengemukakan bahan yang tidak disadari. Selama asosiasi bebas dan
analisis mimpi, klien dapat menunjukkan ketidaksediaan untuk menghubungkan
pikiran, perasaan, dan pengalaman tertentu. Freud memandang bahwa resistensi
dianggap sebagai dinamika tak sadar yang digunakan oleh klien sebagai
pertahanan terhadap kecemasan yang tidak bisa dibiarkan, yang akan meningkat
jika klien menjadi sadar atas dorongan atau perasaan yang direpres tersebut.
Dalam proses terapi, resistensi bukanlah sesuatu yang harus diatasi,
karena merupakan perwujudan dari pertahanan klien yang biasanya dilakukan
sehari-hari. Resistensi ini dapat dilihat sebagai sarana untuk bertahan klien
terhadap kecemasan, meski sebenarnya menghambat kemampuannya untuk menghadapi
hidup yang lebih memuaskan (Corey, 1995).
5.
Transferensi
Resistensi dan Transferensi merupakan dua hal inti dalam terapi
psikoanalisis. Transferensi dalam keadaan normal adalah pemindahan emosi dari
satu objek ke objek lainnya, atau secara lebih khusus pemindahan emosi dari
orangtua kepada terapis. Dalam keadaan neurosis, merupakan pemuasan libido
klien yang diperoleh melalui mekanisme pengganti atau lewat kasih sayang yang
melekat dan kasih sayang pengganti. Seperti ketika klien menjadi lekat dan
jatuh cinta pada terapis sebagai pemindahan dari orangtuanya (Chaplin, 1995).
Transferensi mengejawantah ketika dalam proses terapi “urusan yang tidak
selesai” (unfinished business) masa lalu klien dengan orang-orang yang
dianggap berpengaruh menyebabkan klien mendistorsi dan bereaksi terhadap
terapis sebagaimana dia bereaksi terhadap ayah/ibunya. Dalam hubungannya dengan
terapis, klien mengalami kembali perasaan menolak dan membenci sebagaimana yang
dulu dirasakan kepada orangtuanya. Tugas terapis adalah membangkitkan neurosis
transferensi klien dengan kenetralan, objektivitas, keanoniman dan kepasifan
yang relatif. Dengan cara ini, maka diharapkan klien dapat menghidupkan kembali
masa lampaunya dalam terapi dan memungkinan klien mampu memperoleh pemahaman
dan sifat-sifat dari fiksasi-fiksasi, konflik-konflik atau
deprivasi-deprivasinya, serta mengatakan kepada klien suatu pemahaman mengenai
pengaruh masa lalu terhadap kehidupannya saat ini (Corey, 1995).
III.
TERAPI
HUMANISTIK EKSISTENSIAL
Dasar terapi Humanistik adalah penekanan keunikan setiap individu serta
memusatkan perhatian pada kecendrungan alami dalam pertumbuhan dan pewujudan
dirinya. Dalam terapi ini para ahli tidak mencoba menafsirkan perilaku
penderita, tetapi bertujuan untuk memperlancar kajian pikiran dan perasaan
seseorang dan membantunya memecahkan masalahnya sendiri. Salah satu pendekatan
yang dikenal dalam terapi Humanistik ini adalah Terapi yang berpusat kepada
klien Client-Centered Theraphy.
·
Konsep dasar teori dari pandangan humanistik
eksistensial tentang kepribadian
Pendekatan Eksistensial-humanistik berfokus pada diri
manusia. Pendekatan ini mengutamakan suatu sikap yang menekankan pada pemahaman
atas manusia. Pendekatan Eksisteneial-Humanistik dalam konseling menggunakan
sistem tehnik-tehnik yang bertujuan untuk mempengaruhi konseli. Pendekatan
terapi eksistensial-humanistik bukan merupakan terapi tunggal, melainkan suatu
pendekatan yang mencakup terapi-terapi yang berlainan yang kesemuanya
berlandaskan konsep-konsep dan asumsi-asumsi tentang manusia. Konsep-konsep
utama pendekatan eksistensial yang membentuk landasan bagi praktek konseling,
yaitu:
a) Kesadaran Diri,
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya
sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu
berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri seorang, maka akan semakin
besar pula kebebasan yang ada pada orang itu. Kesadaran untuk memilih
alternatif-alternatif yakni memutuskan secara bebas didalam kerangka
pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial pada manusia. Kebebasan memilih
dan bertindak itu disertai tanggung jawab. Para ekstensialis menekan manusia
bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya.
b) Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan.
Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa
menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan
ekstensial bisa diakibatkan atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak
terhindarkan untuk mati (nonbeing). Kesadaran atas kematian memiliki arti
penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesasaran tersebut menghadapkan
individu pada kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang terbatas untuk
mengaktualkan potensi-potensinya. Dosa ekstensial yang juga merupakan bagian
kondisi manusia. Adalah akibat dari kegagalan individu untuk benar benar
menjadi sesuatu sesuai dengan kemampuannya.
c) Penciptaan Makna.
Manusia itu unik dalam arti bahwa ia berusaha untuk
menentukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna
bagi kehidupan. Menjadi manusia juga berarti menghadapi kesendirian (manusia
lahir sendirian dan mati sendirian pula). Walaupun pada hakikatnya sendirian,
manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara
yang bermakna, sebab manusia adalah mahluk rasional. Kegagalan dalam
menciptakan hubungan yang bermakna bisa menimbulkan kondisi-kondisi isolasi
dipersonalisasi, alineasi, kerasingan, dan kesepian. Manusia juga berusaha
untuk mengaktualkan diri yakni mengungkapkan potensi-potensi manusiawinya.
Sampai tarap tertentu, jika tidak mampu mengaktualkan diri, ia bisa menajdi
“sakit”.
·
Unsur-unsur Terapi
Munculnya
masalah
Berfokus
pada kondisi manusia, suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia
alih-alih suatu sistem teknik-teknik yang digunakan untuk mempengaruhi klien.
·
Teknik-teknik dalam aliran humanistik eksistensial
Tidak
seperti kebanyakan pendekatan terapi, pendekatan eksistensial-humanistik tidak
memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Prosedur-prosedur terapeutik
bisa dipungut dari beberapa pendekatan terapi lainnya. Metode-metode yang
berasal dari terapi Gestalt dan analisis transaksional sering digunakan,
dan sejumlah prinsip dan prosedur psikoanalisis bisa diintegrasikan ke dalam
pendekatan eksistensial-humanistik.
IV. PERSON CENTERED THERAPY
·
Konsep dasar
pandang rogers tentang kepribadian
Berbagai
istilah dan konsep yang muncul dalam penyajian teori Rogers mengenai
kepribadian dan perilaku yang sering memiliki arti yang unik dan khas dalam
orientasi sebagai berikut :
1. Pengalaman
Pengalaman
mengacu pada dunia pribadi individu. Setiap saat, sebagian dari hal ini terkait
akan kesadaran. Misalnya, kita merasakan tekanan pena terhadap jari – jari kita
seperti yang kita tulis. Beberapa mungkin sulit untuk membawa ke dalam
kesadaran, seperti ide, “Aku orang yang agresif”. Sementara kesadaran
masyarakat yang sebenarnya dari total lapangan pengalaman mereka mungkin
terbatas, setiap individu adalah satu – satunya yang bisa tahu itu seluruhnya.
2. Realitas
Untuk tujuan
psikologis, realitas pada dasarnya adalah dunia pribadi dari persepsi individu,
meskipun untuk tujuan sosial realitas terdiri dari orang – orang yang memiliki
persepsi tingkat tinggi kesamaan antara berbagai individu. Dua orang akan setuju
pada kenyataan bahwa orang tertentu adalah politisi. Satu melihat dirinya
sebagai seorang wanita baik yang ingin membantu orang dan berdasarkan kenyataan
orang menilai untuk dirinya. Kenyataannya orang lain adalah bahwa politisi
menyisihkan uang untuk rakyat dalam memiliki tujuan untuk memenangi hati dari
rakyat. Oleh karena itu orang ini memberi suara padanya (wanita). Dalam terapi,
di sebut sebagai merubah perasaan dan merubah persepsi.
3. Organisme
Bereaksi sebagai Terorganisir yang utuh
Seseorang
mungkin lapar, tetapi karena harus menyelesaikan laporan. Maka, orang tersebut
akan melewatkan makan siang. Dalam psikoterapi, klien sering menjadi lebih
jelas tentang apa yang lebih penting bagi mereka. Sehingga perubahan perilaku
di arahkan dalam tujuan untuk di klasifikasikan. Seorang politisi dapat
memutuskan untuk tidak mrncalonkan diri untuk mendapatkan jabatan karena ia
memutuskan bahwa kehidupan keluarganya lebih penting dari pada mencalonkan diri
sebagai pejabat.
4. Organisme
mengaktualisasi kecenderungan (The Organism Actualizing Tendency)
Ini adalah
prinsip utama dalam tulisan – tulisan dari Kurt Goldstein, Hobart Mowrer, Harry
Stack Sullivan, Karen Horney, dan Andras Angyai. Untuk nama hanya beberapa.
Perjuangan untuk mengajarkan anak dalam belajar jalan adalah sebuah contoh. Ini
adalah keyakinan Rogers dan keyakinan sebagaian besar teori kepribadian yang
lain. Di beri pilihan bebas dan tidak adanya kekuatan eksternal. Individu lebih
memilih untuk menjadi sehat daripada sakit, untuk menjadi independen dari pada
bergantung. Dan secara umum untuk mendorong pengembangan optimal dari organisme
total.
5. Frame
Internal Referensi
Ini adalah
bidang persepsi individu. Ini adalah cara dunia muncul dan sebuah makna yang
melekat pada pengalaman dan melibatkan perasaaan. Dari titik orang memiliki
pusat pandangan. Kerangka acuan internal memberikan pemahamana sepenuhnya
tentang mengapa orang berperilaku seperti yang mereka lakukan. Hal ini harus di
bedakan dari penilaian eksternal perilaku, sikap, dan kepribadian.
6. Konsep Diri
Istilah –
istilah mengacu pada gesalt, terorganisir konsisten, konseptual terdiri dari
persepsi karakteristik “I” atau “saya” dan persepsi tentang hubungan dari “I”
atau “Aku” kepada orang lain dan berbagai aspek kehidupan, bersama dengan nilai
– nilai yang melekat pada persepsi ini. Menurut Gesalt kesadaran merupakan
cairan dan proses perubahan.
7. Symbolization
Ini adalah
proses di mana individu menjadi sadar. Ada kecenderungan untuk menolak
simbolisasi untuk pengalaman berbeda dengan konsep dirinya. Misalnya, orang –
orang menganggap dirinya benar akan cenderung menolak simbolisasi tindakan
berbohong. Pengalaman ambigu cenderung di lambangkan dengan cara yang konsisten
dengan konsep diri. Seorang pembicara kurang percaya diri dapat di lambangkan
khalayak diam sebagai terkesan, orang yang percaya diri dapat melambangkan
sebuah kelompok yang penuh perhatian dan tertarik.
8. Penyesuaian
Psikologis & Ketidakmampuan Menyesuaikan diri
Hal ini
mengacu pada konsistensi, atau kurangnya konsistensi, antara pengalaman
individu sensorik dan konsep diri. Sebuah konsep diri yang mencakup unsur –
unsur kelemahan dan ketidaksempurnaan memfasilitasi simbolisasi dari pengalaman
kegagalan. Kebutuhan untuk menolak atau mendistorsi pengalaman seperti tidak
ada dan karena itu menumbuhkan kondisi penyesuaian psikologis.
9. Organismic
Valuing Process
Ini adalah
proses yang berkelanjutan di mana individu bebas bergantung pada bukti indra
mereka sendiri untuk membuat penilaian. Hal ini yang berbeda dengan sistem
fixed menilai intrijected di tandai dengan “kewajiban” dan “keharusan” dan juga
dengan apa yang seharusnya benar / salah. Proses menilai organismic konsisten
dengan hipotesis.
10. The Fully Functioning
Person
Rogers mendefinisikan
mereka yang bergantung pada Organismic valuing process seperti Fully
functioning person. Dapat mengalami semua perasaan mereka, ketakutan,
memungkinkan kesadaran bergerak bebas di dalam pikiran mereka dan melalui
pengalaman mereka.
·
Unsur – Unsur
Terapi (Person – Centered)
1.
Peran Terapis
Menurut Rogers, peran terapis bersifat holistik, berakar pada cara mereka
berada dan sikap – sikap mereka, tidak pada teknik – teknik yang di rancang
agar klien melakukan sesuatu. Penelitian menunjukkan bahwa sikap – sikap
terapislah yang memfasilitasi perubahan pada klien dan bukan pengetahuan,
teori, atau teknik – teknik yang mereka miliki. Terapis menggunakan dirinya
sendiri sebagai instrument perubahan. Fungsi mereka menciptakan iklim
terapeutik yang membantu klien untuk tumbuh. Rogers, juga menulis tentang
I-Thou. Terapis menyadari bahasa verbal dan nonverbal klien dan
merefleksikannya kembali. Terapis dan klien tidak tahu kemana sesi akan terarah
dan sasaran apa yang akan di capai. Terapis percaya bahwa klien akan
mengembangkan agenda mengenai apa yang ingin di capainya. Terapis hanya
fasilitator dan kesabaran adalah esensial.
2.
Tujuan Terapis
Rogers berpendapat bahwa terapis tidak boleh memaksakan tujuan – tujuan
atau nilai – nilai yang di milikinya pada pasien. Fokus dari terapi adalah
pasien. Terapi adalah nondirektif, yakni pasien dan bukan terapis memimpin atau
mengarahkan jalannya terapi. Terapis memantulkan perasaan – perasaan yang di
ungkapkan oleh pasien untuk membantunya berhubungan dengan perasaan –
perasaanya yang lebih dalam dan bagian – bagian dari dirinya yang tidak di akui
karena tidak diterima oleh masyarakat. Terapis memantulkan kembali atau
menguraikan dengan kata – kata pa yang di ungkapkan pasien tanpa memberi
penilaian.
·
Teknik –
Teknik Terapi
Untuk
terapis person – centered, kualitas hubungan terapis jauh lebih penting
daripada teknik. Rogers, percaya bahwa ada tiga kondisi yang perlu dan sudah
cukup terapi, yaitu :
1. Empathy
2. Positive
Regard (acceptance)
3. Congruence
Empati
adalah kemampuan terapis untuk merasakan bersama dengan klien dan menyampaikan
pemahaman ini kembali kepada mereka. Empati adalah usaha untuk berpikir bersama
dan bukan berpikir tentang atau mereka. Rogers mengatakan bahwa penelitian yang
ada makin menunjukkan bahwa empati dalam suatu hubungan mungkin adalah faktor
yang paling berpengaruh dan sudah pasti merupakan salah satu faktor yang
membawa perubahan dan pembelajaran.
Positive
Regard yang di kenal juga sebagai akseptansi adalah geunine caring yang
mendalam untuk klien sebagai pribadi – sangat menghargai klien karena
keberadaannya.
Congruence /
Kongruensi adalah kondisi transparan dalam hubungan tarapeutik dengan tidak
memakai topeng atau pulasan – pulasan.
Menurut
Rogers perubahan kepribadian yang positif dan signifikan hanya bisa terjadi di
dalam suatu hubungan
DAFTAR PUSTAKA
Gunarsa, Singgih D. 1996. Konseling dan
Psikoterapi. Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Corsini, R. (2000). CURRENT PSYCHOTHERAPIES. Itasca ,
Illinois: F.E. PeacockPublishers.
Murad, J. (2006). Dasar – Dasar Konseling. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Semiun, Y. (2010). Kesehatan Mental 3. Yogyakarta:
Kanisius.
Riyanti, B.P Dwi., & Hendro.,
Prabowo. (1998). Psikologi Umum 2. Jakarta : Universitas Gunadarma.
Slamet, S & Sumarmo M.
(2003). Pengantar psikologi klinis. Jakarta: Universitas
Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar